Advertisement

Responsive Advertisement

Menteri Keuangan Ungkap Kondisi Mengerikan: Resesi Ekonomi 2020

Akasiamedia, Pandemi virus corona (Covid-19) tak dipungkiri lagi membuat terjadinya krisis kesehatan di dunia. Krisis kesehatan ini menular menjadi kelesuan ekonomi, kalau kita tidak mau menyebutnya sebagai krisis ekonomi.

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, mengungkapkan dalam bahan paparannya hari ini, bahwa perekonomian dunia akan mengalami kontraksi yang sangat dalam tahun ini. Ini ramalan yang agak mengerikan, dan kita semua harus bersiap-siap menghadapinya.

Sri Mulyani, yang juga mantan Direktur Bank Dunia, mengatakan sejumlah lembaga memangkas signifikan proyeksi perekonomian dunia dalam waktu yang singkat, akibat pandemi Covid-19 yang terjadi.

"Pengangguran ini sudah meningkat tajam di berbagai negara. Semua negara double digit growth penganggurannya," kata Sri Mulyani, Jumat (17/4/2020).


Ia mengatakan, aktivitas memang menurun sangat tajam terutama di sektor ekonomi. Social distancing, sambungnya, terjadi sehingga mobilitas manusia berkurang.

"Resesi/perlambatan ekonomi terjadi secara luas, termasuk pada mitra dagang utama Indonesia," demikian isi bahan paparan Sri Mulyani.

Berikut prediksi atau ramalan sejumlah lembaga internasional terkait pertumbuhan ekonomi dunia 2020:
  • JP Morgan memprediksi ekonomi dunia minus 1,1% di 2020
  • EIU memprediksi ekonomi dunia minus 2,2% di 2020
  • Fitch memprediksi ekonomi dunia minus 1,9% di 2020
  • IMF memprediksi ekonomi dunia minus 3% di 2020

Tahun ini, IMF (Dana Moneter Internasional), memprediksi Indonesia kemungkinan akan tumbuh 0,5%, dari sebelumnya 5,0% di 2019. Namun pertumbuhan diproyeksi bisa membaik di 2021, dengan perkiraan 8,2% apabila vaksin dan obat Covid-19 berhasil di temukan tahun ini.

Dalam pembacaan risalah APBN KITA, Menkeu, Sri Mulyani menyampaikan bahwa ada beberapa hal yang perlu dilihat dan diwaspadai terkait realisasi penerimaan pajak di bulan-bulan mendatang dimana total penerimaan pajak negatif 2,5%, sedangkan PPh Migas turun drastis hingga 28,6% yaitu hanya mencapai Rp 10,3 triliun akibat merosotnya harga minyak.

Baca juga: Pertama Kali Dalam Sejarah, Penjualan Bensin Pertamina Tercatat Turun Parah

Sementara untuk PPh non migas mengalami kontraksi 3% yaitu mencapai Rp 137,5 triliun.

Ini artinya perusahaan-perusahan akan mulai kehilangan kemampuan untuk bertahan maupun beraktivitas dan ini akan berdampak pada pekerjaan serta penghasilan yang mempengaruhi kemampuan konsumsi masyarakat berbelanja.


Post a Comment

0 Comments