Akasiamedia, Penyebaran virus corona Covid-19 telah menciptakan gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) Indonesia. Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) mencatat sudah ada 100 ribu lebih perusahaan yang terdampak pandemi corona atau covid-19. Mereka harus mem-PHK dan merumahkan hampir 2 juta pekerja.
Data per tanggal 16 April 2020, jumlah perusahaan dari sektor formal yang merumahkan dan mem-PHK mencapai 83.546 perusahaan. Sementara dari sektor informal yang terdampak mencapai 30.794 perusahaan. Sehingga totalnya mencapai 114.340 perusahaan.
Data per tanggal 16 April 2020, jumlah perusahaan dari sektor formal yang merumahkan dan mem-PHK mencapai 83.546 perusahaan. Sementara dari sektor informal yang terdampak mencapai 30.794 perusahaan. Sehingga totalnya mencapai 114.340 perusahaan.
Besarnya angka perusahaan yang terdampak tentu bakal merembet terhadap besarnya angka pekerja. Dari sektor formal jumlahnya yang di-PHK dan rumahkan mencapai 1.500.156 pekerja. Rinciannya yang terkena PHK sebanyak 229.789 orang dan yang dirumahkan sebanyak 1.270.367 orang.
Sementara dari non formal mencapai 443.760 orang, sehingga pekerja yang terdampak dirumahkan dan PHK menurut catat Kemenaker saja sudah 1.943.916 pekerja. Angka ini belum termasuk catatan BP Jamsostek dan kementerian lain.
Menaker Ida Fauziayh ikut bereaksi atas angka tersebut. Ia menyebut pekerja yang dirumahkan memiliki peresentase lebih besar dibanding yang terkena PHK. Jumlah tersebut berpotensi bertambah dari waktu ke waktu. Ia memberikan imbauan kepada perusahaan yang menaungi para pekerja.
"Saya berharap PHK benar-benar sebagai jalan terakhir sepanjang masih bisa mempekerjakan mereka. (Misal) dengan mengurangi shift, kurangi jam kerja, waktu kerja. Sebagian bekerja, sebagian tidak. Menurut saya menjadi pilihan," kata Ida, seperti dikutip Minggu (19/4/2020).
Seolah-olah menjadi jawaban dari persoalan PHK, pemerintah mengeluarkan program kartu prakerja. Ida menjelaskan, semula program kartu prakerja ditujukan untuk memberi pelatihan vokasi untuk tingkatkan kompetensi, tapi karena ada COVID-19, maka di situ ada social safety net yang juga diberikan bagi pekerja.
"Skema diubah, kalau awalnya lebih besar untuk pelatihan, sekarang skemanya diubah, lebih besar untuk insentif sebagai social safety net. Insentif diberikan selama 4 bulan, setiap bulan Rp 600 ribu, disamping pelatihan dengan nilai total Rp 1 juta," kata Ida.
Sementara dari non formal mencapai 443.760 orang, sehingga pekerja yang terdampak dirumahkan dan PHK menurut catat Kemenaker saja sudah 1.943.916 pekerja. Angka ini belum termasuk catatan BP Jamsostek dan kementerian lain.
Menaker Ida Fauziayh ikut bereaksi atas angka tersebut. Ia menyebut pekerja yang dirumahkan memiliki peresentase lebih besar dibanding yang terkena PHK. Jumlah tersebut berpotensi bertambah dari waktu ke waktu. Ia memberikan imbauan kepada perusahaan yang menaungi para pekerja.
"Saya berharap PHK benar-benar sebagai jalan terakhir sepanjang masih bisa mempekerjakan mereka. (Misal) dengan mengurangi shift, kurangi jam kerja, waktu kerja. Sebagian bekerja, sebagian tidak. Menurut saya menjadi pilihan," kata Ida, seperti dikutip Minggu (19/4/2020).
Seolah-olah menjadi jawaban dari persoalan PHK, pemerintah mengeluarkan program kartu prakerja. Ida menjelaskan, semula program kartu prakerja ditujukan untuk memberi pelatihan vokasi untuk tingkatkan kompetensi, tapi karena ada COVID-19, maka di situ ada social safety net yang juga diberikan bagi pekerja.
"Skema diubah, kalau awalnya lebih besar untuk pelatihan, sekarang skemanya diubah, lebih besar untuk insentif sebagai social safety net. Insentif diberikan selama 4 bulan, setiap bulan Rp 600 ribu, disamping pelatihan dengan nilai total Rp 1 juta," kata Ida.
0 Comments