Advertisement

Responsive Advertisement

Saling Beda Pendapat, Pemerintah Pusat Turun Tangan Tangani Banjir Jakarta

AkasiaMedia.com, Indonesia- 
Anies menunggu langkah pemerintah pusat dalam menangani banjir, karena dia tetap bersikukuh tentang penanganan banjir adalah penanganan di hulunya, bukan soal normalisasi. Sudah terbukti menurut dia, merupakan keberadaan normalisasi kali di kampung pulo, namun banjir tetap melanda masyarakat di sekitarnya.

Penanganan banjir untuk wilayah Jakarta dan sekitarnya pada akhirnya diambil alih oleh pemerintah pusat, ini adalah penanganan yang tepat agar penanganan banjir dapat diatasi lebih cepat. Sangat perlu pemerintah pusat turun tangan untuk menangani banjir, karena kerugian dan korban jiwa yang diakibatkan banjir telah membuat kita prihatin.

Skala prioritas dalam pembangunan memang harus disetujui pada urgensi dan kebutuhan yang paling mendesak. Ketika hal seperti ini diabaikan, maka hasilkan apa yang ingin diperoleh malah tidak sesuai dengan apa yang dibutuhkan masyarakat. Pembangunan pada hakikatnya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang paling menuntut.

Penanganan dan pengelolaan banjir, untuk DKI Jakarta adalah masuk dalam skala prioritas yang harus lebih diutamakan prioritas hal lain. Dan itu sudah harus diantisipasi sebelum musim hujan tiba, namun rupanya pemantauan pemerintah pusat terhadap hal ini kurang dicermati, apakah pemerintah DKI Jakarta sudah melakukan penyelidikan atau belum.

Ternyata mengendalikan banjir terkendala sejak tahun 2017, mengapa hal ini baru diakui pemerintah pusat? Pemantauan terhadap kesiapan penanganan banjir tidak berjalan. Target proyek normalisasi Sungai Ciliwung baru berjalan sepanjang 16 kilometer dari 33 kilometer yang ditempuh.

Kendala ini terjadi lebih ke macetnya alokasi antara pemerintah pusat dengan pemprov DKI Jakarta. Perbedaan persepsi dalam penanganan banjir tidak cepat diatasi, sehingga menjadi terlarut yang larut, akibatnya kompilasi banjir melanda maka saling lempar kesalahan.

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, beranggapan penanganan banjir bukan pada normalisasi, tetapi lebih untuk penanganan di hulunya. Sementara itu, pemerintah pusat telah menyelesaikan kontrak untuk Hulunya, dengan membangun dua waduk Ciawi dan Sukamahi, yang sudah selesai dibangun pada tahun 2020.

Kalaupun di hulunya sudah diantisipasi, tapi di hilirnya tidak dilakukan apa-apa untuk mengatasi banjir, tetap saja banjir akan terus melanda Jakarta. Inilah perlunya sinergisitas antara pemerintah pusat dan pemerintah DKI Jakarta. Mengatasi banjir tidak bisa hanya dengan retorika, karena sudah terbukti retorika tidak menyelesaikan masalah.

Pengeluaran banjir di DKI Jakarta disetujui termasuk skala prioritas pemprov DKI Jakarta, dan itu terbukti dengan pemotongannya anggaran penanganan banjir sebesar Rp 500 miliar, dan dialihkan untuk pelaksanaan Formula E 1, yang akan dilaksanakan dalam waktu dekat.

Saat kompilasi musim kemarau berakhir, maka DKI Jakarta akan menghadapi banjir yang sudah beralih ke DKI Jakarta. Namun pemrov DKI Jakarta tidak perlu memperhatikan hal itu, karena sudah mempertimbangkan penanganan banjir bisa diatasi pemerintah pusat.

Ini semua buntut dari perbedaan persepsi dari penanganan banjir yang tidak pernah diselesaikan sejak tahun 2017. Harusnya pemerintah pusat telah mengambil alih penanganan banjir ini sejak tahun 2017, bukan yang baru dipersoalkan, karena sudah ada tanda-tanda perbedaan pendapat dalam penanganan banjir.


Post a Comment

0 Comments